;Sebuah Uraian Essay-Essay Aquarini Priyatna Prabasmoro dalam buku Kajian Feminis
(Tubuh, Sastra dan Budaya Pop).
Mengawali essay-essaynya dengan mengatakan “Saya Marah karena itu Saya Menulis”,
judul tersebut seakan energi bagi saya untuk menulis, lebih jauh yang dimaksud
Aquarini adalah saya marah sebagai seorang feminist karena itu saya menulis. Saat
ini saya sedang terus mendalami Feminisme yang pastinya berkaitan dengan relasi gender sebagai sebuah proses pembelajaran, Sebagaimana
Aquarini yang sedang marah karena pilihannya menjadi seorang feminist, dia
menghadapi situasi yang diungkapkannya “When I fisrt came to learn that I became a
feminist, I saw my future dark and
black, I pictured my self alone and lonely, I felt very unhappy about it, I
couldn’t cope with my boyfriend…later I met this man, we talk at the level of communication,
I don’t see my future as dark as before
now”. (Ketika
saya pertama kali menyadari saya telah menjadi seorang feminist, saya melihat
masa depan saya gelap dan hitam . Saya melihat diri saya sendirian dan
kesepian, saya merasa sangat sedih melihat itu,, saya tidak dapat sejalan
dengan teman lelaki saya , belakangan saya bertemu lelaki ini, kita kemudian
bercakap-cakap dalam tingkat berkomunikasi, saya tidak melihat masa depan saya
segelap dulu).
Seperti banyak ungkapan dalam kelompok
diskusi tentang perempuan, banyak diantara feminist yang mengalami rasa
kesendirian yang mencekam ketika ia menyadari ia seorang feminist. Perasaan
bahwa ia berada dalam dunia yang seharusnya tidak ia tinggali yang(dunia yang
didominasi ideology patriarki, pendambaan
kekuatan, peperangan, perebutan kekuasaan, perusakan alam, hak-hak istimewa
laki-laki yang hanya terkikis begitu pelan walaupun prosesnya ada)
, hampir menurut teman-teman yang berproses dalam feminism mengalami
keterasingan. Kesadaran dan pengetahua menjadi begitu menyakitkan. Setelah
terjadi diskusi yang cukup hangat dalam kelompok diskusi feminist ini , cukup
jelas bahwa hubungan heteroseksual sangat diwarnai budaya patriarki dengan relasi
kuasa yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki. Namun bukan berarti
hubungan heteroseksual adalah kartu mati bagi seorang perempuan feminist, yang
terpenting adalah dijembataninya nilai-nilai yang memberi arti hubungan. Dalam
urainnya Aquarini ingin sekali menegaskan pentingnya pendekonstruksian konsep suami sebagai pengambil keputusan
final, sebagai pencari nafkah utama, dan sebagai superior and better,.
Perempuan bukanlah the better a half than
man, karena seperti d ikatakan Alaniss Morissete seorang penyanyi perempuan
yang lagunya sangat bersemangat feminist dalam the doctor.