Minggu, 03 Februari 2013

Tentang Feminist


 
;Sebuah  Uraian  Essay-Essay Aquarini  Priyatna Prabasmoro dalam buku Kajian Feminis (Tubuh, Sastra dan Budaya Pop).

Mengawali essay-essaynya dengan  mengatakan “Saya Marah karena itu Saya Menulis”, judul tersebut seakan energi bagi saya untuk menulis, lebih jauh yang dimaksud Aquarini adalah saya marah sebagai seorang feminist karena itu saya menulis. Saat ini saya sedang terus mendalami Feminisme yang pastinya berkaitan dengan relasi gender  sebagai sebuah proses pembelajaran, Sebagaimana Aquarini yang sedang marah karena pilihannya menjadi seorang feminist, dia menghadapi situasi yang diungkapkannya “When I fisrt came to learn that I became a feminist, I saw my future  dark and black, I pictured my self alone and lonely, I felt very unhappy about it, I couldn’t cope with my boyfriend…later I met this man, we talk at the level of communication, I don’t see my future as dark as before now”. (Ketika saya pertama kali menyadari saya telah menjadi seorang feminist, saya melihat masa depan saya gelap dan hitam . Saya melihat diri saya sendirian dan kesepian, saya merasa sangat sedih melihat itu,, saya tidak dapat sejalan dengan teman lelaki saya , belakangan saya bertemu lelaki ini, kita kemudian bercakap-cakap dalam tingkat berkomunikasi, saya tidak melihat masa depan saya segelap dulu).

Seperti banyak ungkapan dalam kelompok diskusi tentang perempuan, banyak diantara feminist yang mengalami rasa kesendirian yang mencekam ketika ia menyadari ia seorang feminist. Perasaan bahwa ia berada dalam dunia yang seharusnya tidak ia tinggali yang(dunia yang didominasi ideology patriarki, pendambaan kekuatan, peperangan, perebutan kekuasaan, perusakan alam, hak-hak istimewa laki-laki yang hanya terkikis begitu pelan walaupun prosesnya ada) , hampir menurut teman-teman yang berproses dalam feminism mengalami keterasingan. Kesadaran dan pengetahua menjadi begitu menyakitkan. Setelah terjadi diskusi yang cukup hangat dalam kelompok diskusi feminist ini , cukup jelas bahwa hubungan heteroseksual sangat diwarnai budaya patriarki dengan relasi kuasa yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki. Namun bukan berarti hubungan heteroseksual adalah kartu mati bagi seorang perempuan feminist, yang terpenting adalah dijembataninya nilai-nilai yang memberi arti hubungan. Dalam urainnya Aquarini ingin sekali menegaskan pentingnya pendekonstruksian konsep suami sebagai pengambil keputusan final, sebagai pencari nafkah utama, dan sebagai superior and better,. Perempuan bukanlah the better a half than man, karena seperti d ikatakan Alaniss Morissete seorang penyanyi perempuan yang lagunya sangat bersemangat feminist dalam the doctor.
 
Bagi saya sendiri, menjadi seorang feminist harus menghadapi konsekuensi di cap mengikuti faham barat, sebagai seorang liberal, membenci laki-laki, menjadi perempuan sok perkasa dan sebagainya. Namun kenyatannya sebagai seorang feminist saya masih mnecintai budaya lokal, hanya saja setiap memang perlu dikritisi budaya, agama dan sebagainya. Saya tdak bisa lagi menelan segala sesuaatu mentah-mentah. Persolan-persoalan dosekitar saya  membuat saya terus belajar tentang feminisme sebagai sebuah nilai dan cara pandang. tidak hanya sebagai disiplin ilmu yang ada dalam buku dan faham yang datangnya dari dunia yang sangat jauh secara geografis yaitu barat, sebagai seorang feminist Saya mengharapkan laki-laki  menjadi pendamping saya dan saya mencintai laki-laki. Feminisme bukan faham yang serta merta mengajak perempuan menjadi lesbian. Lalu pertanyaan besarnya seperti apa kita seharusnya mendefinisikan feminisme?

Feminisme sebagai  Pemikiran dan Pengalaman
Menurut Aquarini , Berbicara mengenai feminism berarti bicara tentang kesadaran.. Menurutnya feminisme adalah semangat dan cara pandang, feminisme  bukan cara pandang tuggal sehingga menghasilkan produk ilmu pengetahuan tapi baginya feminisme lebih bersifat cair dan  jamak. dengan demikian feminisme bisa didiskusikan secara terbuka dan dengan demikian kita dapat membongkar stereotype yang selama ini sering dilekatkan pada kata feminisme, misalnya feminism itu “barat”,identik dengan gerakan perempuan pecinta seks bebas, atau bahkan feminisme adalah lesbianism dan menjadi feminis berarti bermusuhan dengan laki-laki.

Seorang perempuan yang mengalami kesedihan, ingin protes terhadap hal yang tidak membuatnya nyaman atau tidak sejalan dengan pemikiran dan keinginannya adalah pengalaman dirinya memahami feminsme. Contoh yang paling sederhana adalah ketika seorang laki-laki bersiul-siul menggoda seorang perempuan dan perempuan ini tidak nyaman serta memepertanyakan apa yang salah dengan dirinya sebagai perempuan sehingga harus disiul-siuli (digoda). Selain mungkin juga ada beberapa laki-laki yang sedang bersentuhan dengan feminisme diantaranya laki-laki yang idak membanggakan lagi sisi-sisi maskulin sebagai keistimewaannya dan laki-laki yang tidak lagi  menganggap  urusan pengasuhan dan pekerjaan rumah tangga adalah semata-mata urusan perempuan tetapi merupakan wilayah yang bisa dikomunikasikan dan dikerjakan bersama. Lebih jauh lagi adalah laki-alaki yang tidak menganggap lagi tubuh perempuan adalah masalah?

Sekilas Sejarah Feminisme
Julia Cristeva dalam Women’s Time, melihat bahwa feminisme bergerak dalam 3 gelombang (Aquarini;2006). Menurut Kristeva,subjektivitas perempuan berhubungan dengan waktu yang berulang atau repetition. Dan waktu monumental (keabadian). Keduanya merupakan cara untuk mengonseptualisasi waktu berdasarkan perspektif  motherhood dan reproduksi. Waktu adalah elemen sejarah, waktu bersifat linier dan waktu merupakan kedatangan dan kemajuan. Tiga gelombang feminism itu menurut Kristeva adalah  (1)Feminis Egalitarian yang menuntut hak yang sejajar dengan  laki-laki, dengan perkataan lain para feminis ini menuntut haknya diposisiskan dalam waktu yang linier, yang termasuk disisni adalah feminism liberal dan feminism Marxis. (2) Generasi kedua adalah yang muncul setelah tahun 1968,yang menekankan perbedaan radikal perempuan dan laki-laki dan menuntut hak perempuan untuk tetap berada diluar waktu linear sejarah  dan politik, yang berada dalam gelombang ini adalah feminisme radikal, (3) Feminisme generasi keiga adalah yang mendorong eksistensi pararel yang menggabungkan ketiga pendekatan feminsme yang memungkinkan perbedaan individual untuk tetap ada tanpa menjadi kehilangan kefeminisannya, misalnya Feminisme postmodernisme, dan sebenarnya dalam konteks keIndonesiaan Kartini telah lama menjadi tokoh feminist yang sangat arif, dia telah melihat brbagai persoalan masyarakat dari sisi keperempuanannya.

Apa Konsep Pembentukan Feminis?
Pertanyaan diatas mengantarkan kita kita pada pendekatan feminisme yang local dan situasional. Ada persoalan lain yang harus diperhatikan oleh pemikiran feminis yaitu fakta bahwa kategori “perempuan” melewati batas biologis dan berkaitan  dengan  kategori-kategori lain yang menjadikan penanda bagi subjek perempuan tertentu.. Kritik terhadap feminsme itu barat tidak sepeuhnya benar, namun juga tidak sepenuhnya salah . Kategorisasi perempuan sebagai putih, kelas menengah dalam banyak hal menegasikan bahwa fakta perempuan berbeda dalam menjalani hidupnya tidak hanya karna identitas keperempuanannya dan karna tubuhnya perempuan (fisik) dalam perbandingannya dengan laki-laki tapi karena dia juga memiliki penanda (identitas) yang lain misalnya etnis, ras, dan juga penanda subjektivitas yang lain seperti agama, latar belakang ekonomi, pendidikan, budaya, dan status social. Hal inilah yang menjadi isu mendasar yang dikedepankan oleh feminisme multicultural, black feminism, feminisme pasca kolonial, dan feminisme global. Namun benarkah feninisme kontemporer dapat menciptakan global sisterhood  belum ada  jawaban final dan belum selesai diperdebatkan. Sebagaimana diuraikan Simone de Beuviour dalam pengantar bukunya” second sex” pergerakan perempuan atau feminisme bukanlah seperti gerakan sisoal lain misalnya gerakan kelas proletar yang berhadapan dengan kelas borjuis, jelas saja perempuan menyebar disemua kelas atau golongan masyarakat dan bisa saling berhadap-hadapan sendiri antara perempuan dengan kepentingan yang berbeda.

Identitas perempuan dalam budaya arus utama adalah memiliki tubuh putih. Hal ini tidak hanya  menaturalisasi kategori perempuan di”barat”tetapi juga perempuan di”timur”.Feminitas termasuk didalmnya kategori cantik dan menarik, juga dinaturalisasi dalam citra perempuan kulit putih. Menjadi putih tidak hanya dijadikan penanda feminitas tapi juga kemanusiaan . Kategori putih diinginkan banyak orang karena label budaya yang menjadikannya symbol kesucian dan kemurnian, dan hitam seringkali dianggap sebagai symbol sesuatu yang buruk dan negative. Pada Tahap ini sekali lagi dalam uraian essaynya Aquarini menegaskan bahwa feminism bukanlah wacana tunggal dan terlepas dari wacana lain. Memiliki Perspektif feimnis menjadikan kita memiliki kesadaran  ada persolalan ketidakseimbangan yang harus diatasi dan persoalan itu harus dilihat sebagai persolalan yang saling kait mengait(memiliki linkages). Feminisme menjadi lengkap karena terus dikritisi dan tidak pernah dapat lepas dari cara pandang pelbagai aliran feminisme dan paham-paham lain.

Kajian femisisme kontemporer diantaranya adalah Ekofeminisme, pandangan ini memiliki konteks yang lebih luas, tidak hanya membahas relasi laki-aki dan perempuan serta sejarahnya tapi megkaitkannya dengan persoalan alam, secara tidak langsung pembahasan persoalan alam juga akan menyentuh persoalan ekonomi, kemiskinan yang berkaitan dengan  kolinialisme, imperialisme dan bentuk-bentuk korporasi kontemporer. 

Pandangan dasar Ekofeminisme secara singkat menurut dua orang penganutnya yaitu Vandanashiva dan Mariamies adalah: “sebuah istilah baru untuk gagasan lama” namun mulai tumbuh dan berkembang diakhir tahun 1970-an dan diawal 1980-an, istilah ii pertama klai dipakai oleh Francoise De Eaubonne dan menjadi populer ketika makin banyaknya aktivitas protes terhadap berbagai kerusakan ligkungan hidup yang semula dipicu oleh bencana ekologis yang terjadi secara berulang-ulang. Kebocoran di three Mile Island telah menggerakkan sejumlah perempuan di Amerika Serikat untuk berkumpul dalam konferensi Ekofeminism yang pertama bertajuk “Kaum perempuan dan Kehidupan di Bumi” yang berlangsung pada bulan Maret 1980 di Amherst. Ekofeminisme merupakan suatu keterkaitan keseluruhan teori dan prkatek, bagi kalangan ekofeminisme seekor keong akan dihubungkan dengan seluruh komunitas makhluk hidup yang membutuhkan air maksudnya disini tidak akan ada elemen yang secara alami bisa terlepas satu sama lain di alam raya. Kalangan Ekofeminesme menentang penghancuran bumi untuk berbagai keuntungan oleh korporasi dan dominasi kekuasaan negara dengan watak maskulinnya (kejantanan) yang mengingkari hak-hak setiap makhluk.

Baiklah sampai disini saya hanya ingin mengajak pembaca untuk sedikit menyelami apa itu feminisme dan siapa itu feminist? Ditengah kecenderungan orang-orang yang suka enteng berkomentar tanpa banyak mencari tahu. Dan tulisan ini hanyalah sekelumit informasi dari pengetahuan yang sangat luas. Setidaknya kita sebagai kaum yang katanya terpelajar berusaha men.jadi orang yang senantiasa bertanya dulu tentang segala sesuatu seingga sellau ada penambahan pengetahuan dan tidak terllau terburu-buru menympulkan banyak hal.
Catatan:
Feminist dan feminisme terlalu rumit untuk cepat disimpulkan tanpa mengenalnya terlebih dahulu. Namun demikian Tulisan ini sangat terbuka untuk dikoreksi, dilengkapi atau sekedar dikrikik dan dikomentari.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar