Jumat, 30 Agustus 2013

Panen dengan tikus

oleh: Afidah

Panen lalu, uang hasil penjualan belum juga lunas dibayar tengkulak kecil
Kata tengkulak kecil dia tidak dibayar lunas oleh tengkulak besar
Kata tengkulak besar harga turun drastis
Jadi bayaran ke tengkulak kecil dikurangi berpersen-persen
Petani tak tahu apa saja yang terjadi dengan tengkulak
Petani hanya tahu apa yang ditanamnya menuai jalan berliku untuk menjadi uang

Petani membutuhkan uang
Karena tidak bisa bertukar barang lagi untuk memenuhi segala kebutuhan
Makan, Kesehatan, Pendidikan Anak, tetek bengek
Kali ini musim tanam
Serombongan tikus selalu menyerbu tiap malam
Ratusan ribu untuk obat tikus
Setelah jutaan rupiah untuk pupuk
Dan obat serangga

Petani harap-harap cemas
Apakah tanaman padinya akan tersisa untuknya
Petani menghitung waktu
Menuju musim panen

Saat panen tiba
Tikus-tikus jenis lain kembali menyerbu
Petanipun kembali menanam lagi
Pada tanah yang tidak pernah menjadi
Kedaulatannya
Untuk kehidupan

Peluru untuk Perawat Alam




Oleh : Afidah

Di Negeri ini, mencintai alam cukup dengan upacara simbolis menanam mangrove oleh Pemimpinnya

Para petani yang mempertahankan alam untuk menanam tumbuhan.
Tumbuhan yang akan menghidupi dirinya dan banyak orang
dianggap tak perlu ada
Sebab jika tanahnya yang mengandung pasir besi diambil
diubah jadi tambang lalu mereka lantang menentang
Maka peluru dan penjara penguasa
Siap beraksi!!!!!!

Media pun sayup-sayup hanya sesekali berkabar
Tentang mereka

Minggu, 03 Februari 2013

Tentang Feminist


 
;Sebuah  Uraian  Essay-Essay Aquarini  Priyatna Prabasmoro dalam buku Kajian Feminis (Tubuh, Sastra dan Budaya Pop).

Mengawali essay-essaynya dengan  mengatakan “Saya Marah karena itu Saya Menulis”, judul tersebut seakan energi bagi saya untuk menulis, lebih jauh yang dimaksud Aquarini adalah saya marah sebagai seorang feminist karena itu saya menulis. Saat ini saya sedang terus mendalami Feminisme yang pastinya berkaitan dengan relasi gender  sebagai sebuah proses pembelajaran, Sebagaimana Aquarini yang sedang marah karena pilihannya menjadi seorang feminist, dia menghadapi situasi yang diungkapkannya “When I fisrt came to learn that I became a feminist, I saw my future  dark and black, I pictured my self alone and lonely, I felt very unhappy about it, I couldn’t cope with my boyfriend…later I met this man, we talk at the level of communication, I don’t see my future as dark as before now”. (Ketika saya pertama kali menyadari saya telah menjadi seorang feminist, saya melihat masa depan saya gelap dan hitam . Saya melihat diri saya sendirian dan kesepian, saya merasa sangat sedih melihat itu,, saya tidak dapat sejalan dengan teman lelaki saya , belakangan saya bertemu lelaki ini, kita kemudian bercakap-cakap dalam tingkat berkomunikasi, saya tidak melihat masa depan saya segelap dulu).

Seperti banyak ungkapan dalam kelompok diskusi tentang perempuan, banyak diantara feminist yang mengalami rasa kesendirian yang mencekam ketika ia menyadari ia seorang feminist. Perasaan bahwa ia berada dalam dunia yang seharusnya tidak ia tinggali yang(dunia yang didominasi ideology patriarki, pendambaan kekuatan, peperangan, perebutan kekuasaan, perusakan alam, hak-hak istimewa laki-laki yang hanya terkikis begitu pelan walaupun prosesnya ada) , hampir menurut teman-teman yang berproses dalam feminism mengalami keterasingan. Kesadaran dan pengetahua menjadi begitu menyakitkan. Setelah terjadi diskusi yang cukup hangat dalam kelompok diskusi feminist ini , cukup jelas bahwa hubungan heteroseksual sangat diwarnai budaya patriarki dengan relasi kuasa yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki. Namun bukan berarti hubungan heteroseksual adalah kartu mati bagi seorang perempuan feminist, yang terpenting adalah dijembataninya nilai-nilai yang memberi arti hubungan. Dalam urainnya Aquarini ingin sekali menegaskan pentingnya pendekonstruksian konsep suami sebagai pengambil keputusan final, sebagai pencari nafkah utama, dan sebagai superior and better,. Perempuan bukanlah the better a half than man, karena seperti d ikatakan Alaniss Morissete seorang penyanyi perempuan yang lagunya sangat bersemangat feminist dalam the doctor.

Rabu, 16 Januari 2013

Liburan Di Tempat Lahir Kartini dan Kota Ukir [30-31 Desember 2012]

Oleh : Afidah

Tidak masuk dalam rencana Liburan

Berlibur ke Jepara, sesuatu yang tidak terduga di akhir tahun 2012. Sebelumnya sekitar bulan Mei 2011 aku pernah berlibur kesana bersama rekan-rekan kerjaku saat itu dan karena Jepara letaknya tidak terlalu jauh dari kampung halamanku, maka saat masih kecil seingatku sudah beberapa kali aku mengunjungi Kota Jepara. 

Namun ini adalah kali pertama aku mengunjungi Jepara bersama suamiku untuk berwisata dengan menggunakan transport umum (bus), suamiku sudah pernah datang kesana namun untuk urusan kerja dan saat itu diantar mobil dan sopir kantor, begitupun aku selalu datang ke Jepara dengan kendaraan pribadi. Naik transport umum adalah ideku. Menurutku ide ini adalah hal yang sudah jarang kami lakukan dalam rutinitas sehari-hari, jadi akan memberi sensasi berbeda saat liburan. Selain itu naik bus berdesak-desakan juga berfungsi untuk mengolah rasa. Lebih banyak ketidaknyamanan di dalam bus akan membuat kami tetap dekat dengan realitas masyarakat.


Senin, 10 Desember 2012

TANGISAN di “KAMAR PAKSA”

Terus saja tertawakan kami, terus saja sepelekan  kami
Karna kami melawan penjajahan atas manusia dengan tangisan
Kami melawan senjata dengan tangisan,
Kami melawan  manusia-manusia raksasa yang haus uang dengan tangisan

Hey Jangan salah, kami kuat dan bertahan dalam kesakitan
Kamu tahu, setiap hari kami diserang, diserang terus
Tanpa pernah bertanya, mereka memberi kami “Kamar Paksa”
Kamar yang disana hanya boleh menurut tanpa pertanyaan

Kami disebut udik jika suka menanam dan kerbau
Kami disebut udik jika tak suka suara deru mesin
Kamar tempat kami hanya bisa mengurus anak-anak, dan melayani laki-laki
Kamar tempat kami disalahkan, diadili dan dihujat jika tubuh kami diperkosa
Kami disebut jalang, tidak bermoral dan asusila

Di “Kamar paksa” kami dimarahi jika tidak menikah
Kami dimarahi pula jika pasangan kami ternyata dikemudian hari suka pukul
Di “Kamar Paksa” Kami juga harus bekerja keras jika keluarga kami serba kekurangan
Dalam waktu yang sama semua jadi tugas kami, kerja, ngurus anak masak, layani suami

Di”kamar paksa” kami juga harus cantik dan lembut, baju kami diukur sesuai norma apa tidak
Otak kami yang butuh pendidikan tak pernah dianggap penting di “Ruang Paksa”
Ya, kami sering menangis, kami disebut makhluk cengeng, makhluk lemah

Di beberapa kamar lain kami dan anak-anak kami dibunuh dengan bom dan rudal
Kami menangis tapi kami tidak pernah mati, kami bangkit setelah mati walau wajahku tak sama lagi,
Mereka tidak pernah tahu kalau Tangisan kami menantang
Tangisan kami  membangkitkan kekuatan alam raya
Kamu tahu siapa kami, kami adalah kupu-kupu



Aku ingin


Aku ingin menanam tumbuhan yang rindang

Aku ingin menanam buah-buahan

Aku ingin menanam padi dan umbi-umbian

Dan tidak lagi memakai pupuk buatan pabrik 

Aku ingin punya sepetak tanah tak perlu luas-luas

Aku ingin makan hasil tanamanku sendiri 

Biar tidak harus belanja di Supermarket

Aku ingin memberi

Aku ingin semua orang berbagi dan tidak serakah

Aku ingin bisa menghadapi keinginanku yang banyak

Jangan marahi aku karna keinginanku banyak

Biarkan saja karna ingin-inginku baik

Atau bantulah aku degan inginku


Rabu, 24 Oktober 2012

Tentang Jilbab

Dewasa ini, ada dua kosa kata dipakai untuk makna sama, hijab dan jilbab. Keduanya adalah pakaian perempuan yang menutup kepala dan tubuhnya. Al-qur'an menyebut kata hijab untuk arti tirai, pembatas, penghalang. Yakni, sesuatu yang menghalangi, membatasi, memisahkan antara dua bagian atau dua pihak yang berhadapan, sehingga satu sama lain tidak saling melihat atau memandang. Alqur'an menyatakan : "Jika kamu meminta sesuatu kepada mereka (para isteri Nabi saw), maka mintalah dari balik hijab. Cara ini lebih mensucikan hatimu dan hati mereka."(al-Ahzab, 53). Hijab dalam ayat ini menunjukkan arti penutup yang ada dalam rumah Nabi saw, yang berfungsi sebagai sarana menghalangi atau memisahkan tempat kaum laki-laki dari kaum perempuan agar mereka tidak saling memandang. Secara tekstual (lahiriah), ayat ini digunakan para ulama kemudian untuk membuat hijab untuk umat.