Rabu, 16 Januari 2013

Liburan Di Tempat Lahir Kartini dan Kota Ukir [30-31 Desember 2012]

Oleh : Afidah

Tidak masuk dalam rencana Liburan

Berlibur ke Jepara, sesuatu yang tidak terduga di akhir tahun 2012. Sebelumnya sekitar bulan Mei 2011 aku pernah berlibur kesana bersama rekan-rekan kerjaku saat itu dan karena Jepara letaknya tidak terlalu jauh dari kampung halamanku, maka saat masih kecil seingatku sudah beberapa kali aku mengunjungi Kota Jepara. 

Namun ini adalah kali pertama aku mengunjungi Jepara bersama suamiku untuk berwisata dengan menggunakan transport umum (bus), suamiku sudah pernah datang kesana namun untuk urusan kerja dan saat itu diantar mobil dan sopir kantor, begitupun aku selalu datang ke Jepara dengan kendaraan pribadi. Naik transport umum adalah ideku. Menurutku ide ini adalah hal yang sudah jarang kami lakukan dalam rutinitas sehari-hari, jadi akan memberi sensasi berbeda saat liburan. Selain itu naik bus berdesak-desakan juga berfungsi untuk mengolah rasa. Lebih banyak ketidaknyamanan di dalam bus akan membuat kami tetap dekat dengan realitas masyarakat.


Seperti aku bilang di atas, berlibur ke Jepara adalah sesuatu yang tidak terduga, maksudku tidak kami rencanakan jauh-jauh hari. Beberapa destinasi lain telah menjadi tujuan kami berwisata sebelumnya, pertama kami merencanakan ke Karimunjawa, kedua ke Malang, ketiga ke Tegal dan keempat ke Wonosobo, semua tidak terlaksana karna suamiku punya keterikatan kerja yang tidak bisa kami prediksi jauh-jauh hari kapan kepastian tanggal dan jumlah hari liburnya, sehingga kami tidak bisa mempersiapkan segala keperluan untuk berwisata terutama untuk booking tiket kereta tujuan Malang atau kapal jika ingin ke Karimunjawa. Alhasil, saat liburan tiba kami kesulitan mendapatkan tiket, jika ada harganyapun sudah naik 100% dan kami menghindari berpergian dengan bus untuk jarak jauh (antar Propinsi) karena tidak tahan dengan macetnya  jadi kami memutuskan tidak jadi bepergian jarak jauh, hari libur-pun tidak terlalu lama.

Jatah liburan kami 4 hari, namun di hari pertama belum bisa berangkat karena ada seseorang yang membutuh pertolongan suamiku sebagai advokat. Kami bisa berangkat liburan di hari ke-2, jadi sangat kami perhitungkan tempat mana yang tepat untuk  dikunjungi tanpa menghabiskan waktu di jalan. Akhirnya ide itu muncul, ke Jepara, Kota kecil dengan beberapa pantai yang cukup dikenal di Jawa Tengah. Selain itu suamiku juga ingin mengunjungi Museum Kartini, karena dia termasuk orang yang menyukai sejarah. Pantai Kartini, Pantai Bandengan dan Museum Kartini ketiganya sudah pernah kukunjungi namun aku tidak menolak ide suamiku untuk pergi ke tempat-tempat itu, karena ia belum pernah dan nuansanya pasti berbeda. Dulu aku pergi kesana bersama teman-teman kerja dan sekarang pergi bersama suami.

Minggu, 30 Desember 2012 : Berangkat menuju Jepara

Pukul 11.00 WIB kami beranjak dari rumah berjalan kaki sekitar 50 meter menuju tempat pemberhentian bus di depan kompleks perumahan kami. Sekitar 15 menit kami menunggu, akhirnya Bus jurusan Cangkiran-Terminal Terboyo melintas dan berhenti. Kami segera naik. Di dalam bus ada TV layar datar 14 inci yang memutar lagu-lagu band yang mendayu-dayu bergaya busana K-Pop yang sedang di gandrungi sebagian besar masyarakat saat ini. Di tengah keramaian percakapan penumpang dan deru mesin, ada lagi satu orang bapak-bapak yang merokok dan asapnya kemana-mana. Ada penumpang yang duduk dan ada yang berdiri serta suara lantang kernet ketika ada tanda-tanda calon penumpang di pinggir jalan. 

Kami mendapat tempat duduk di dekat pintu. Setelah beberapa menit, sang kernet menagih ongkos sebesar Rp 10.000,- untuk 2 orang dengan tujuan Terminal Terboyo. Perjalanan menuju Terboyo memakan waktu 1 jam lebih 15 menit atau 2 kali lipat waktu tempuh jika menggunakan sepeda motor. 

Pukul 12.15 WIB kami tiba di Terminal Terboyo Semarang. Kami turun di pintu masuk pangkalan bus Surabaya, Kudus dan Jepara. Kami segera menuju bus Jepara yang sudah diisi penumpang, dengan harapan busnya akan segera berangkat. Sekitar 5 menit setelah kami duduk, bus segera berangkat. Hampir semua tempat duduk telah terisi. Di luar terminal banyak penumpang yang menunggu dan dalam sekejap bus telah penuh. 

Tiba di Jepara 

Sekitar pukul 14.00 WIB kami tiba di Jepara. Di dalam Kota kami tidak lagi melihat berderet-deret toko mebel, seperti yang kami lihat selama dalam perjalanan di Kecamatan Kalinyamat dan Tahunan. kami minta kepada kernet bus untuk menurunkan kami di dekat alun-alun karena tujuan pertama kami adalah Museum Kartini yang letaknya di kawasan alun-alun kota persis di sebelah Shoping Center.

Di lokasi tempat kami turun dari bus, ada beberapa tukang becak mangkal. Suasana jalanan terasa sepi. Informasi yang kami dapat memang tidak ada angkutan kota yang melintas di sini. Kami merasa lapar. Segera saja mata kami mengamati sekeliling mencari warung yang sekiranya menarik minat kami. Tak banyak warung makan yang kami jumpai, namun kami dapat menemukan warung bakso setelah bercakap-cakap dengan tukang becak yang rencananya kami gunakan jasanya untuk mengantar kami  menuju Museum Kartini.

Singgah di warung bakso, Kami memesan 2 gelas es teh dan 2 porsi bakso. Sambil menunggu pesanan aku memandangi dinding warung yang di penuhi poster-poster Habib, tidak banyak yang aku kenal. Yang dipesan sudah tersedia, kami-pun makan dengan lahap.

Usai makan, kami kembali mendatangi tukang becak yang akan mengantar kami. Becak-pun dikayuhnya menuju Museum Kartini. 15 menit kemudian kami sampai di Museum. Sebelum masuk ke Museum kami bertannya tentang keseluruhan biaya  becak dari Museum Kartini sampai Pantai Kartini. Si bapak penarik becak meminta bayaran sebesar Rp 35.000,- dan kami setuju. Sebetulnya dari pemberhentian bus ke Museum Kartini biaya becak hanya sebesar Rp 10.000,- namun karena tidak ada alternatif angkutan lain, kami-pun menggunakan becak kembali dengan tambahan biaya sebsar Rp.25.000,-. Di Jepara tidak mudah menemukan  angkutan umum yang bisa mengantar ke berbagai tempat wisata.

Tidak banyak perubahan dengan Museum Kartini, museum yang tidak terlalu besar. Di dalamnya sebagian besar berisi koleksi foto-foto yang berhubungan dengan Kartini yang diberi penjelasan-penjelasan di bawahnya. Yang menarik mataku adalah lukisan besar sosok Kartini dan foto-fotonya bersama perempuan Belanda Ny. Abendanon yang menjadi teman penanya dalam menuangkan gagasan-gagasan dan kekritisan Kartini tentang kondisi perempuan dan masyarakat Hindia Belanda saat itu.

Sebenarnya aku menyukai Museum Kartini karena temanya jelas. Semua benda yang dilatakkan disana berkaitan dengan Kartini, baik itu tentang keluarganya, benda-benda semasa Kartini hidup dan lain-lain. Tapi menurutku Museum ini kurang dikembangkan dengan arah yang jelas. Di sebelah gedung utama terdapat satu gedung tambahan yang tersambung.  Di dalamnya terdapat koleksi benda-benda yang tidak terkait sama sekali dengan sosok Kartini, diantaranya kerangka ikan purba, gong-gong, gentong-gentong, alat musik, mebel. dll. Hal ini mengingatkanku dengan Museum Ronggowarsito Semarang yang pengembangnnya menurutku juga tidak jelas, tema utamanya adalah tentang sejarah purbakala tapi kemudian di ruang-ruang yang tersisa ditambahkan koleksi-koleksi yang tidak ada kaitannya dengan Zaman Purbakala.

Menuju Pantai Kartini : Mencari penginapan terjangkau yang bersih

Setelah menikmati Museum Kartini, Si Bapak Penarik Becak mengantar kami ke Pantai Kartini sekaligus mencarikan penginapan atau Homestay yang menurut informasinya banyak penginapan murah dan cukup  nyaman di dekat Pantai Kartini. Aku jadi teringat saat pergi ke Pantai Kartini pada tahun 2011, saat itu memang aku melihat beberapa Homestay di sana. Dimasa libur seperti sekarang ini, tentu banyak pengunjung, penginapan-pun pasti penuh.

Dengan perjalanan sekitar 20 menit kami telah sampai ke Pantai Kartini. Sampai di pintu Gerbang seorang petugas telah menunggu kami dan minta biaya masuk sebesar Rp 10000,- untuk 2 orang. Si bapak penarik becak mebawa kami ke sebuah Homestay bergaya Bali yang nampak mungil dan cantik dari depan. Dia minta kami menunggu di depan dulu, sementara dia masuk ke dalam penginapan memastikan apakah ada kamar kosong serta memastikan apakah kenaikan harganya masih wajar atau tidak. Sebentar saja dia masuk kemudian mempersilahkan kami masuk dan bertemu dengan petugas Homestay, kami diminta memilih kamar yang ber-AC atau non-AC. Dengan selisih harga yang menurut kami lumayan banyak namun dengan kenyamanan yang tidak terlalu berbeda jauh, kami memilih kamar non-AC dengan harga sebasar Rp 90.000,-. Suasana sempat terasa tidak menyenangkan, hal itu dikarenakan petugas Homestay  yang seorang laki-laki muda kurang bersikap ramah, setelah kami tegur karena merasa tidak nyaman dengan gaya bicaranya,  yang terjadi justeru dia curhat bahwa dia sangat kelelahan, semalaman tidak tidur karna homestay sedang sangat ramai dan dia bekerja sendirian.

Kami segera masuk kamar yang telah kami pilih untuk meletakkan barang-barang dan beristirahat sejenak. Kamar yang cukup nyaman dan bersih dengan harga yang tidak terlalu mahal.

Tidak ingin melewatkan suasana pantai di sore hari, kami-pun segera keluar menuju pantai. Homestay tempat kami menginap terletak tepat di pesisir pantai, berjalan beberapa langkah saja kami bisa langsung berjumpa dengan berbagai permainan yang bukan seperti watersport ala pantai-pantai di Bali, melainkan permainan yang sekarang ini sedang menjadi tren di tengah kota atau diarea outbond, antara lain seperti Skuter, ATV, sepeda gandeng, mobil dan motormini untuk anak-anak serta motor balap mini.

Karena musim hujan, air laut nampak keruh. Jadi pemandangan laut tidak begitu elok. Sejenak berjalan-jalan menikmati pantai, namun sepanjang jalan pemandangan yang ada adalah sampah yang tercecer. Sangat disayangkan karena sesungguhnya pantai masih “hidup” sebagai tujuan turis lokal maupun turis asing yang ingin pergi ke Karimunjawa, mereka pasti sering mampir karena letaknya persis di samping pelabuhan penyebrangan. Sebagian besar turis yang bertujuan ke Karimunjawa, pasti menginap di hotel atau homestay yang berada di Pantai Kartini.

Akhirnya  ATV dengan biaya sewa Rp 20.000,- menjadi pilihan kami untuk menikmati sore sambil menunggu saatnya sunset tiba, namun sunset yang diharapkan tidak muncul lantaran cuaca mendung.

Haripun telah menjadi gelap dengan cuaca gerimis dan suasana sepi. Keramaian di Pantai Kartini segera menghilang seiring datangnya malam. Setelah puas menikmati sore hari kami segera membersihakan diri dengan mandi, kemudian membereskan barang-barang dan rehat sejenak.  Kami lapar! Kami bergegas keluar, berjalan di tengah cuaca gerimis menuju  ke arah lokasi warung-warung yang telah kami lihat sebelumnya pada siang hari. Suasana benar-benar sepi. Hanya sekitar 3 warung saja yang buka. Kami segera memilih satu warung dan memesan 2 porsi nasi goreng.

Mencari info di Pelabuhan : “All About Karimunjawa”

Di pagi hari, kami tidak ingin melewatkan suasana pantai. Namun lagi-lagi kami tidak menjumpai sunrise yang indah. Sekitar pukul 10.00 WIB kami segera cek-out dari homestay. Kami berjalan kaki menuju pelabuhan untuk memastikan beberapa informasi tentang transportasi ke Karimunjawa yang telah kami peroleh sebelumnya. Sambil mengamati suasana pelabuhan, kami bertanya pada petugas yang ada disitu dan melihat pengumuman-pengumuman yang ditempel mengenai harga tiket dan Jadwal keberangkatan kapal Muria [kapal lambat] dan Bahari Express [kapal cepat], ini dia info yang berhasil kami dokumentasikan dalam bentuk foto :

Menuju Pantai Bandengan

Setelah merasa mendapat cukup informasi segala hal mengenai Karimunjawa kami segera berlalu meninggalkan Pantai Kartini dan pelabuhan.

Tidak ada transportasi yang memudahkan wisatawan untuk sampai ke Pantai Bandengan dari Pantai Kartini, itulah kesimpulan kami, mengapa begitu? Sesuai informasi yang kami dapat dari Petugas Homestay untuk sampai di Pantai Bandengan kami harus naik becak dulu ke terminal lalu mencari angkut jurusan Pantai Bandengan di Terminal. Kamipun mengikuti petunjuk. Kami menumpak (naik) becak menuju terminal. Tiba di Terminal kami langsung mencari informasi mengenai angkutan jurusan Pantai Bandengan, namun menurut keterangan beberapa orang yang kami tanya, di terminal tidak ada angkutan ke Bandengan, dari terminal kami harus naik becak dulu ke jalan raya yang dilintasi angkutan. Huft, terasa begitu ribet untuk bisa sampai ke Pantai Bandengan dan info-infonya-pun tidak jelas. Kami-pun hampir membatalkan niat ke sana dan ingin langsung pulang ke Semarang saja mumpung masih berada di terminal.

Namun akhirnya kami memutuskan berjalan kaki untuk mendapatkan info lagi. Baru beberapa meter berjalan kaki, mataku tertuju pada sebuah agen Travel. Kami memutuskan menghampiri agen tersebut.  Menurutku biasanya agen bisa memberi informasi seluk beluk wisata di suatu daerah terutama mengenai transportasinya. Ternyata agen travel ini melayani perjalanan jurusan Jepara-Semarang, di sini kami bertanya lagi mengenai transportasi ke arah Pantai Bandengan dan dengan yakin mereka menjawab bahwa kami akan sangat kesulitan untuk pergi ke Pantai Bandengan dengan angkutan, karena angkutan yang ada tidak sampai ke pantai dan angkutan yang ada terbatas sampai jam 3 sore, dari terminal ke tempat angkutan juga jauh dan harus berputar-putar.

Tanpa kuduga mereka akhirnya menawarkan diri untuk mengantarkan kami dengan menggunakan motor atau pilihan lainnya motor mereka bisa kami pakai dengan biaya sewa sebesar Rp 50.000,-. Kami memilih pilihan kedua. meskipun terasa mahal namun tak apalah, itu lebih baik daripada sudah berada di Jepara namun satu destinasi yang kami rencanakan sebelumnya tidak jadi kami kunjungi.  Suamiku juga ternyata belum pernah kesana. Selain itu dengan menyewa motor kami bisa mudah berkeliling kota.

Oleh-oleh madu : Kado manis dari pantai Bandengan di tengah terik Matahari

Dengan mengendarai sepeda motor yang telah kami sewa, segera saja kami meluncur ke pantai Bandengan dengan petunjuk arah yang kami dapat dari para pekerja travel agent. Salah satu dari mereka mengantar kami sampai di pertengahan jalan, dimana dari jalan tersebut kami tinggal lurus saja tanpa berbelok-belok arah menuju pantai bandengan.

Sekitar 20 menit perjalanan yang kami tempuh untuk sampai di tujuan. Yang pertama kami lakukan adalah menyusuri sepanjang pantai yang jalan terdekatnya telah di Aspal. Setelah sampai di ujung jalan, kami kembali ke area parkir untuk meninggalkan motor sewaan kami dengan aman. Setelah itu kami segera mencari tempat makan karena lapar.

Warung sederhana dengan menu soto yang berdampingan dengan warung mie ayam kami pilih. Aku pesan soto dan suamiku pesan mie ayam. Di sela-sela kami makan datanglah seorang ibu yang menawarkan madu asli dengan harga Rp 50.000,-. Ahay! kami tertarik dengan madu ini. Menurut pengamatan kami sesuai ciri-cirinya madu ini asli. Kamipun menawar madu tersebut dengan harga Rp 30.000,- awalnya tidak boleh namun akhirnya satu botol madu yang diwadahi botol sirup itu kami dapat dengan harga Rp 30.000,-. Menurutku ini terjangkau karena sebotol plastik kecil saja dan mungkin sudah tercampur dengan bahan lain yang dijual di toko-toko atau apotek harganya sampai Rp  15.000,-. Madu ini menjadi bonus kecil atas tenaga dan biaya yang harus kami tebus untuk sampai di pantai bandengan.

Suasana pantai sangat ramai hampir di segala sudut penuh dengan manusia persis seperti perkiraanku sebelumnya, karena ini adalah liburan tahun baru. Suasana terlalu ramai tidak terlalu kusuka. Sebenarnya Bandengan termasuk pantai yang cocok untuk bermain air dan disini juga terdapat permainan-permainan watersport, namun kami tiba di pantai ditengah panas terik siang, dan sayangnya kami bukan termasuk orang yang punya hobi berjemur. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan-jalan saja di pinggir pantai.

Pada kunjungan sebelumnya aku pernah mencoba permainan banana boat di pantai ini. Aku menawari suamiku barangkali dia tertarik dengan salah satu permainan. Namun rupanya dia juga sedang tidak ingin bermain. Energi kami sudah cukup terkuras dengan perjalanan 1 hari sebelumnya. Penyeberangan ke pulau Panjang untuk beberapa saat juga ditutup karena gelombang laut sedang besar.

Beberapa waktu lalu aku dengar pantai ini juga telah menelan korban jiwa. Akhirnya kami duduk-duduk di Gasebo menikmati pemandangan saja, sambil beberapa kali mengambil gambar. Puas menikmati pantai dengan menyusuri pinggirannya, kamipun berlalu dari pantai Bandengan.

Dalam perjalanan pulang kami ingin memanfaatkan motor untuk mengunjugi sentra kerajinan ukir dan patung di Desa Mulyoharjo. Kami bertanya dengan beberapa orang di pantai Bandengan dimana lokasinya. Karena tidak tahu pasti atau kurang jeli dengan petunjuk kami-pun tidak menemukan lokasinya dan akhirnya kami hanya berputa-putar saja mengelilingi kota. Karena gerimis kembali turun, kami memutuskan kembali ke tempat agen travel, tempat kami menyewa motor dan memesan tiket pulang ke Semarang.

Kami pulang ke Semarang dengan jasa travel seharga Rp 25.000,- /orang. Sekitar pukul 17.20 WIB kami tiba di Jl. Pemuda Semarang sebagai pemberhentian terakhir.

--Januari 2013--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar