Bangsa ini
memimpikan pemimpin yang revolusioner dan bisa berbuat banyak, memiliki diplomasi
yang baik dengan asing serta integritas tinggi, termasuk saya yang masih merasa
menjadi bagian bangsa Indonesia dan saya masih mencintai bangsa ini sehingga
saya masih berani berharap terjadinya perubahan yang lebih baik di negara ini.
Saya pernah
berdiskusi dengan seorang rekan yang saya anggap lebih berpengalaman dari pada
saya di awal tahun baru ini beliau merefleksikan masalah kepemimpinan bangsa
dikaitkan dengan fenomena masyarakat yang berkembang saat ini yang masih lekat
dengan mentalitas terjajah contoh yag dekat pada masa itu terjadinya pembagian
zakat fitrah sampai memkan korban dan penyakit korupsi yang menjangkit sebagian
besar birokrat yang sudah mengakar. Bukankah pemimpin kita ya dari masyarakat
kita sendiri yang begitu pula keadaanya dan tak jauh Beda.
Betapa telah
gagalnya beberapa elemen perkaderan kepemimpinan di negeri ini kalau sekarang
kepemimpinan bangsa sangat memprihatinkan atau jangan terlalu terburu-buru
menyimpulkan tapi ini hanyalah proses yang belum usia.Dai sudut pandang theologis
saya meyakini tidak ada nabi lagi yang akan turun setelah Nabi Muhammad SAW
jadi tidak mungkin ada manusia suci yang special lagi kalau dulu pemimpin
dipilih langsung oleh Tuhan dengan diturunkannya para nabi.
Tapi walaupun
dengan argumen yang tak terlalu canggih saya mau buru-buru setuju dan menyimpulkan sebagai anak
muda sekali lagi saya masih berani berharap. Terutama pada kaum muda yang masih
penuh dengan semangat dan Idealisme tidak ada yang tidak mungkin. Dan tidak ada
gunanya saat ini menerima keadaan apa gunanya tanpa berbuat apa-apa dan tidak
berani berharap lagi berarti menerima dengan pasrah dan wujud ketakberdayaan.
Kemudian saya memahami pernyataan rekan saya tadi sebagai pembuka obrolan
serius untuk berfikir tentang bagaimana kelanjutan kepemimpinan bangsa ini yang
mampu memberi harapan sehingga kita sebagai bagian dari bangsa ini berani
berharap.
Sayangnya harapan
kita selalu di musnahkan dengan fakta-fakta yang ada di depan mata kita, tontonan
politik yang mungkin seru namun menjemukan dan sekali lagi tak memberi harapan.
Kita harus menyadari dan mengakui para politisi di negeri belum menjadi
negarawan. sebagaimana headline surat
kabar nasional yang saya baca kemarin. Para politisi masih menanggap politik
sebagai pekerjaan yang menjanjikan bukan sebagai media untuk mengabdi dan berjuang
untuk kepentingan orang banyak,
Mengapa sejak
tadi berkali-kali saya menyinggung tentang harapan, karena pemimpin muda impian
saya adalah siapapun dia yang mampu memberi harapan. Dan bicara tentang harapan
saya mengutip pemikiran Eric fromm. Bukan bermaksud sok modernist dengan bekiblat pada pemikir asal Amerika ini, saya
juga banyak membaca karya budayawan lokal yang saya kagumi Emha Ainun Najib.
Tapi menurut hemat saya pandangan Eric Fromm menarik sebagaimana dipahami
banyak orang harapan adalah menghendaki dan menginginkan sesuatu dan berarti
orang yang menginginkan dan menghendaki sesuatu akan bekerja keras untuk
mencapainya, Dalam hal ini pemimpin idaman saya adalah dia yang sejatinya punya
harapan besar untuk perbaikan bangsa sehingga akan mampu pula memberi harapan.
Namun Eric fromm memberi dimensi pemaknaan lebih mendalam pada kata harapan
dalam bukunya Revolusi harapan yang di tulisnya pada masa resesi Amerika.
Harapan bukan
berarti menunggu dengan pasif karena itu berarti ketidak berdayaan. Namun harapan
juga bukan pemaksaan realitas terhadap hal yang tak bisa dilakukan, ia seperti
harimau yag dirungkus yang akan melompat pada waktunya untuk melompat tiba.
Berharap berarti
siap setiap saat terhadap apa yang belum lahir dan tidak menjadi sedih dan
menyerah atas apa yang belum lahir, orang berharap selalu menghargai tanda-tanda
kehidupan baru, namun jangan sampai terjebak pada untuk tidak bisa membedakan antara
harapan sadar atu tidak sadar, kebahagiaan atau kejenuhan.
Harapan adalah
unsur intrinsik struktur kehidupan, dinamika spirit manusia. Harpan sangat
berkaitan degan unsur kehidupan lain yaitu keyakinan (faith). Keyakinan bukanlah bentuk lemah dari kepercayaan dan
pengetahuan. Keyakianan adalah kepastian terhadap apa yang belum terjamin.
Unsur intrinsik lain
dari harapan adalah ketabahan merupakan kekuatan untuk menghadapi segala
rintangan yang harus dihadapi dalam mencapai harapan. Dan berarti pula cinta
terdap kehidupan seperti apapun kehidupan yang harus dihadapi.
Kemudian yang masih
menjadi pertanyaan besar bagaimana saya bisa mendapatkan pemimpin impian saya
itu, yaitu pemimpin yang mampu memberi harapan masih muda dan berjiwa muda,
memberi harapan berarti revolusioner tidak terkungkung oleh kemapanan berarti
dia berani dan mampu memberi trobosan baru dan bekerja keras melakukan banyak
hal untuk memenuhi harapannya ynag sesuai harapan orang banyak.
Sampai pada
pembahasan ini saya teringat uraian kepemipinan yang dituliscaknun ( Emha Ainun
Najib) dalam beberapa essainya. Beliau menguraikan yang sering terjadi pada
kepemimpinan bangsa kita sering dua aspek yaitu kapabilitas dan aksetabilitas tidak
bisa berjalan beriringan. Yang dimaksud disini antara yang memiliki kemampuan
dan yang dapat diterima, susahnya sering pemimpin yang punya kapabilitas memiliki
kendala besar untuk bisa diterima masyarakat dan juga untuk mengakses kursi
kepemimpinan karena mereka dikalakan oleh mereka pula yang hanya pandai
mengambil hati namun sebenarnya tak mampu berbuat banyak yang berati memberi
harapan.
Cak Nun juga
pernah menulis tentang pemimpin sejati adalah
yang menikmati kenikmatan paling akhir dengan analoginya pemimpin adalah yang
makan paling akhir ketika panen raya dan rejeki melimpah. Hal ini bisa dilihat
dari ekspresi seorang ketika berhasil menjadi pemimpin seharusnya bukan kesenangan
yang luar biasa karena kepemimpinan bukan perkara enteng. Menjadi pemimpin
berarti menjalani hidup penuh dengan keprihatinan karna memikirkan kepentingan
orang banyak dan segala permasalahan yang
begitu kompleks menyangkut orang banyak pasti ada dan tak henti-hentinya.
Untuk menjadi pemimpin
baik harus mampu menjadi rakyat yang baik pula, terutama rakyat miskin yang
sering mengalami tidak enaknya hidup dan tidak mampu berbuat banyak untuk
merubah nasibnya..
Pemuda masih
sering dianggap kalangan modernist yang hanya dekat dengan dunia hedonist dan
tak memikirkan orang lain Namun kenyataannya tak selalu demikian dan generasi
tua juga belum biasa membuktikan diri lebih baik dan mampu memberi teladan pada
generasi muda. Dan apa salahnya bangsa ini memberikan kesempatan pada generasi
muda untuk memegang tonggak kepemimpinan. Sejarah juga banyak mencatat para
pemudalah yang lebih banyak berbuat revolusioner dan tepat sasaran, contohnya
peristiwa Rengasdengklok. Namun tulisan ini bukan bermaksud menafikan
perjuangan generasi sebelumnya (para orang tua) karena mereka yang merintis dan
banyak yang menjadi pahlawan. Bukankah untuk menjadi bangsa besra kita harus menghargai
para pahlawan kita.
Saya hanya
sangat kecewa percepatan kepemimpinan muda tidak mudah dilakukan untuk bangsa
ini, terlebih menyusul lahirnya UU pilpres menuju pilpres 2009, terbukti dengan
mekanisme UU pilpres hanya partai besar yang mendapat suara banyak pada pemilu
dengan wajah lama yang bisa berpartisipasi dan berkompetisi menjadi capres dan
cawapres. Tapi saya juga berfikir mungkin sejatinya pemimpin sudah tidak dimaknai
begitu sempit yaitu seorang pemimpin yang masih berusia muda. Tapi siapapun dia
yang berjiwa muda, revolusioner, memiliki harapan dan membuat segenap bangsa
berani berharap. Namun seorang pemimpin tidak harus melulu yang sudah tua dan
dianggap sudah makan asam garam tapi siapapun dia yang memiliki kedewasaan
sejati, bisa jadi serang pemimpin itu anda, dia atau saya kenapa tidak.
Bukankah di negara demokrasi memang memberi kesempatan pada siapa saja untuk mejadi
pemimpin.
Namun alangkah
indahnya kalau kita tahu diri untuk menempa diri berperan banyak barulah layak
disebut pemimpin dan menjadi pemimpin. Membicarakan tentang kedewasaan, ketika pemimpin
yang memimpin saat ini bersedia bersikap dewasa dan mau memahami dan mendengar
gejolak para kaum muda yang peduli pada bangsa ini, secara tidak langsung tanpa
menjadi pemimpin dalam artian jabatan struktural di pemerintahan yang memiliki
kewenangan untuk mengambil kebijakan namun sejatinya telah memimpin karena
gagasannya diakui sehingga ada pengaruhnya pada perubahan. Karena kalau mau diteliti
para pemuda yang aktif di organisasi kepemudan dan di LSM serta para mahasiswa
dengan gerakannya dan aktivitasnya dekat dengan realitas masyarakat dan faham kebutuhan
masyarakat sehingga pantas di dengar.
Untuk menjadi
dewasa kita di tantang untuk memberikan empati kepada gejolak anak-anak muda.
jangan kaum muda hanya pentas di mana-mana karena butuh diperhatikan. Jangan
sampai kaum gejolak kaum muda lebih cenderung menyimpang dan memberontak hanya
karena kesalahan sistemik yang semoga tak disengaja (ungkapan Cak Nun) karena
memberi empati pada generasi muda adalah hak serta kewajiban.
Lewat tulisan sederhana
ini saya hanya berharap segenap kaum muda diapresiasi dan diberi kesempatan
terutama untuk menjadi pemimpin. SEMOGA JAYALAH TERUS INDONESIAKU.
Semarang, 5 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar