Rabu, 19 September 2012

Pemimpin Muda Harapan



Bangsa ini memimpikan pemimpin yang revolusioner dan bisa berbuat banyak, memiliki diplomasi yang baik dengan asing serta integritas tinggi, termasuk saya yang masih merasa menjadi bagian bangsa Indonesia dan saya masih mencintai bangsa ini sehingga saya masih berani berharap terjadinya perubahan yang lebih baik di negara ini.

Saya pernah berdiskusi dengan seorang rekan yang saya anggap lebih berpengalaman dari pada saya di awal tahun baru ini beliau merefleksikan masalah kepemimpinan bangsa dikaitkan dengan fenomena masyarakat yang berkembang saat ini yang masih lekat dengan mentalitas terjajah contoh yag dekat pada masa itu terjadinya pembagian zakat fitrah sampai memkan korban dan penyakit korupsi yang menjangkit sebagian besar birokrat yang sudah mengakar. Bukankah pemimpin kita ya dari masyarakat kita sendiri yang begitu pula keadaanya dan tak jauh Beda.

Betapa telah gagalnya beberapa elemen perkaderan kepemimpinan di negeri ini kalau sekarang kepemimpinan bangsa sangat memprihatinkan atau jangan terlalu terburu-buru menyimpulkan tapi ini hanyalah proses yang belum usia.Dai sudut pandang theologis saya meyakini tidak ada nabi lagi yang akan turun setelah Nabi Muhammad SAW jadi tidak mungkin ada manusia suci yang special lagi kalau dulu pemimpin dipilih langsung oleh Tuhan dengan diturunkannya para nabi.

Tapi walaupun dengan argumen yang tak terlalu canggih saya  mau buru-buru setuju dan menyimpulkan sebagai anak muda sekali lagi saya masih berani berharap. Terutama pada kaum muda yang masih penuh dengan semangat dan Idealisme tidak ada yang tidak mungkin. Dan tidak ada gunanya saat ini menerima keadaan apa gunanya tanpa berbuat apa-apa dan tidak berani berharap lagi berarti menerima dengan pasrah dan wujud ketakberdayaan. Kemudian saya memahami pernyataan rekan saya tadi sebagai pembuka obrolan serius untuk berfikir tentang bagaimana kelanjutan kepemimpinan bangsa ini yang mampu memberi harapan sehingga kita sebagai bagian dari bangsa ini berani berharap.

Sayangnya harapan kita selalu di musnahkan dengan fakta-fakta yang ada di depan mata kita, tontonan politik yang mungkin seru namun menjemukan dan sekali lagi tak memberi harapan. Kita harus menyadari dan mengakui para politisi di negeri belum menjadi negarawan. sebagaimana headline  surat kabar nasional yang saya baca kemarin. Para politisi masih menanggap politik sebagai pekerjaan yang menjanjikan bukan sebagai media untuk mengabdi dan berjuang untuk kepentingan orang banyak,

Mengapa sejak tadi berkali-kali saya menyinggung tentang harapan, karena pemimpin muda impian saya adalah siapapun dia yang mampu memberi harapan. Dan bicara tentang harapan saya mengutip pemikiran Eric fromm. Bukan bermaksud sok modernist dengan bekiblat pada pemikir asal Amerika ini, saya juga banyak membaca karya budayawan lokal yang saya kagumi Emha Ainun Najib. Tapi menurut hemat saya pandangan Eric Fromm menarik sebagaimana dipahami banyak orang harapan adalah menghendaki dan menginginkan sesuatu dan berarti orang yang menginginkan dan menghendaki sesuatu akan bekerja keras untuk mencapainya, Dalam hal ini pemimpin idaman saya adalah dia yang sejatinya punya harapan besar untuk perbaikan bangsa sehingga akan mampu pula memberi harapan. Namun Eric fromm memberi dimensi pemaknaan lebih mendalam pada kata harapan dalam bukunya Revolusi harapan yang di tulisnya pada masa resesi Amerika.

Harapan bukan berarti menunggu dengan pasif karena itu berarti ketidak berdayaan. Namun harapan juga bukan pemaksaan realitas terhadap hal yang tak bisa dilakukan, ia seperti harimau yag dirungkus yang akan melompat pada waktunya untuk melompat tiba.

Berharap berarti siap setiap saat terhadap apa yang belum lahir dan tidak menjadi sedih dan menyerah atas apa yang belum lahir, orang berharap selalu menghargai tanda-tanda kehidupan baru, namun jangan sampai terjebak pada untuk tidak bisa membedakan antara harapan sadar atu tidak sadar, kebahagiaan atau kejenuhan.

Harapan adalah unsur intrinsik struktur kehidupan, dinamika spirit manusia. Harpan sangat berkaitan degan unsur kehidupan lain yaitu keyakinan (faith). Keyakinan bukanlah bentuk lemah dari kepercayaan dan pengetahuan. Keyakianan adalah kepastian terhadap apa yang belum terjamin.

Unsur intrinsik lain dari harapan adalah ketabahan merupakan kekuatan untuk menghadapi segala rintangan yang harus dihadapi dalam mencapai harapan. Dan berarti pula cinta terdap kehidupan seperti apapun kehidupan yang harus dihadapi.

Kemudian yang masih menjadi pertanyaan besar bagaimana saya bisa mendapatkan pemimpin impian saya itu, yaitu pemimpin yang mampu memberi harapan masih muda dan berjiwa muda, memberi harapan berarti revolusioner tidak terkungkung oleh kemapanan berarti dia berani dan mampu memberi trobosan baru dan bekerja keras melakukan banyak hal untuk memenuhi harapannya ynag sesuai harapan orang banyak.

Sampai pada pembahasan ini saya teringat uraian kepemipinan yang dituliscaknun ( Emha Ainun Najib) dalam beberapa essainya. Beliau menguraikan yang sering terjadi pada kepemimpinan bangsa kita sering dua aspek yaitu kapabilitas dan aksetabilitas tidak bisa berjalan beriringan. Yang dimaksud disini antara yang memiliki kemampuan dan yang dapat diterima, susahnya sering pemimpin yang punya kapabilitas memiliki kendala besar untuk bisa diterima masyarakat dan juga untuk mengakses kursi kepemimpinan karena mereka dikalakan oleh mereka pula yang hanya pandai mengambil hati namun sebenarnya tak mampu berbuat banyak yang berati memberi harapan.

Cak Nun juga pernah menulis tentang  pemimpin sejati adalah yang menikmati kenikmatan paling akhir dengan analoginya pemimpin adalah yang makan paling akhir ketika panen raya dan rejeki melimpah. Hal ini bisa dilihat dari ekspresi seorang ketika berhasil menjadi pemimpin seharusnya bukan kesenangan yang luar biasa karena kepemimpinan bukan perkara enteng. Menjadi pemimpin berarti menjalani hidup penuh dengan keprihatinan karna memikirkan kepentingan orang  banyak dan segala permasalahan yang begitu kompleks menyangkut orang banyak pasti ada dan tak henti-hentinya.

Untuk menjadi pemimpin baik harus mampu menjadi rakyat yang baik pula, terutama rakyat miskin yang sering mengalami tidak enaknya hidup dan tidak mampu berbuat banyak untuk merubah nasibnya..

Pemuda masih sering dianggap kalangan modernist yang hanya dekat dengan dunia hedonist dan tak memikirkan orang lain Namun kenyataannya tak selalu demikian dan generasi tua juga belum biasa membuktikan diri lebih baik dan mampu memberi teladan pada generasi muda. Dan apa salahnya bangsa ini memberikan kesempatan pada generasi muda untuk memegang tonggak kepemimpinan. Sejarah juga banyak mencatat para pemudalah yang lebih banyak berbuat revolusioner dan tepat sasaran, contohnya peristiwa Rengasdengklok. Namun tulisan ini bukan bermaksud menafikan perjuangan generasi sebelumnya (para orang tua) karena mereka yang merintis dan banyak yang menjadi pahlawan. Bukankah untuk menjadi bangsa besra kita harus menghargai para pahlawan kita.

Saya hanya sangat kecewa percepatan kepemimpinan muda tidak mudah dilakukan untuk bangsa ini, terlebih menyusul lahirnya UU pilpres menuju pilpres 2009, terbukti dengan mekanisme UU pilpres hanya partai besar yang mendapat suara banyak pada pemilu dengan wajah lama yang bisa berpartisipasi dan berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Tapi saya juga berfikir mungkin sejatinya pemimpin sudah tidak dimaknai begitu sempit yaitu seorang pemimpin yang masih berusia muda. Tapi siapapun dia yang berjiwa muda, revolusioner, memiliki harapan dan membuat segenap bangsa berani berharap. Namun seorang pemimpin tidak harus melulu yang sudah tua dan dianggap sudah makan asam garam tapi siapapun dia yang memiliki kedewasaan sejati, bisa jadi serang pemimpin itu anda, dia atau saya kenapa tidak. Bukankah di negara demokrasi memang memberi kesempatan pada siapa saja untuk mejadi pemimpin.

Namun alangkah indahnya kalau kita tahu diri untuk menempa diri berperan banyak barulah layak disebut pemimpin dan menjadi pemimpin. Membicarakan tentang kedewasaan, ketika pemimpin yang memimpin saat ini bersedia bersikap dewasa dan mau memahami dan mendengar gejolak para kaum muda yang peduli pada bangsa ini, secara tidak langsung tanpa menjadi pemimpin dalam artian jabatan struktural di pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan namun sejatinya telah memimpin karena gagasannya diakui sehingga ada pengaruhnya pada perubahan. Karena kalau mau diteliti para pemuda yang aktif di organisasi kepemudan dan di LSM serta para mahasiswa dengan gerakannya dan aktivitasnya dekat dengan realitas masyarakat dan faham kebutuhan masyarakat sehingga pantas di dengar.

Untuk menjadi dewasa kita di tantang untuk memberikan empati kepada gejolak anak-anak muda. jangan kaum muda hanya pentas di mana-mana karena butuh diperhatikan. Jangan sampai kaum gejolak kaum muda lebih cenderung menyimpang dan memberontak hanya karena kesalahan sistemik yang semoga tak disengaja (ungkapan Cak Nun) karena memberi empati pada generasi muda adalah hak serta kewajiban.

Lewat tulisan sederhana ini saya hanya berharap segenap kaum muda diapresiasi dan diberi kesempatan terutama untuk menjadi pemimpin. SEMOGA JAYALAH TERUS INDONESIAKU.

Semarang, 5 Mei 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar